Ratusan nelayan di Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang, terpaksa tidak melaut dalam sepekan terakhir karena sulitnya memperoleh minyak solar. Se...
Ratusan nelayan di Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang, terpaksa tidak melaut dalam sepekan terakhir karena sulitnya memperoleh minyak solar. Setiap pemilik boat hanya diperbolehkan membeli solar sepuluh liter, sementara kebutuhan boat mereka minimal 40 liter untuk sekali melaut.
Ketua Koperasi Tamiang Bahari, Khairil Azman Sabtu (17/3) mengatakan, walaupun pemerintah belum menaikkan harga BBM (bensin dan solar), namun sudah berdampak terhadap nelayan. Terbukti mereka kian sulit mendapatkan solar.
Akibatnya, ratusan perahu nelayan tradisional tak dapat melaut untuk menangkap ikan. Di SPBU, nelayan hanya dijatah boleh membeli solar 10 liter per orang, sementara kebutuhan boat tradisional untuk sekali melaut minimal 40 liter.
Bukan saja nelayan Kecamatan Seruway, tiga kecamatan lainnya, yakni Bandar Mulia, Bendahara, dan Manyak Payed juga mengalami hal serupa. Kondisi ini membuat nelayan terpukul karena tak leluasa mencari rezeki di laut untuk menghidupi anak dan istrinya. “Solar menjadi kebutuhan penting agar nelayan bisa melaut untuk menafkahi keluarganya,” ujar Khairil Azman.
Dampak dari sulitnya memperoleh solar di Tamiang, sebagian nelayan beralih profesi menjadi kuli bangunan dan pedagang asongan agar dapur mereka tetap berasap. “Ini terjadi sejak seminggu terakhir. Namun ada juga nelayan yang menangkap ikan sebatas jumlah minyak solar yang ada di tangki boatnya,” ungkap Khairil.
Salah satu penyebab terjadinya kelangkaan minyak terhadap nelayan, menurut Khairil, karena kurangnya kepedulian pemerintah terhadap nelayan. Ia pernah mengusulkan agar diberi kemudahan membangun stasiun BBM untuk nelayan di Tamiang, namun usulan itu tak ditanggapi (M. Nasir | Serambinews.com).
Ketua Koperasi Tamiang Bahari, Khairil Azman Sabtu (17/3) mengatakan, walaupun pemerintah belum menaikkan harga BBM (bensin dan solar), namun sudah berdampak terhadap nelayan. Terbukti mereka kian sulit mendapatkan solar.
Akibatnya, ratusan perahu nelayan tradisional tak dapat melaut untuk menangkap ikan. Di SPBU, nelayan hanya dijatah boleh membeli solar 10 liter per orang, sementara kebutuhan boat tradisional untuk sekali melaut minimal 40 liter.
Bukan saja nelayan Kecamatan Seruway, tiga kecamatan lainnya, yakni Bandar Mulia, Bendahara, dan Manyak Payed juga mengalami hal serupa. Kondisi ini membuat nelayan terpukul karena tak leluasa mencari rezeki di laut untuk menghidupi anak dan istrinya. “Solar menjadi kebutuhan penting agar nelayan bisa melaut untuk menafkahi keluarganya,” ujar Khairil Azman.
Dampak dari sulitnya memperoleh solar di Tamiang, sebagian nelayan beralih profesi menjadi kuli bangunan dan pedagang asongan agar dapur mereka tetap berasap. “Ini terjadi sejak seminggu terakhir. Namun ada juga nelayan yang menangkap ikan sebatas jumlah minyak solar yang ada di tangki boatnya,” ungkap Khairil.
Salah satu penyebab terjadinya kelangkaan minyak terhadap nelayan, menurut Khairil, karena kurangnya kepedulian pemerintah terhadap nelayan. Ia pernah mengusulkan agar diberi kemudahan membangun stasiun BBM untuk nelayan di Tamiang, namun usulan itu tak ditanggapi (M. Nasir | Serambinews.com).