BERUNTUNGLAH Anda yang hobi bersepeda, karena saat ini kita dapat memiliki sepeda tanpa harus membayar pajak. Percaya gak, kalau dimasa la...
BERUNTUNGLAH Anda yang hobi bersepeda, karena saat ini kita dapat memiliki sepeda tanpa harus membayar pajak. Percaya gak, kalau dimasa lalu, sepeda aja kena pajak! Ya, dan ternyata pajak sepeda di Indonesia sudah ada sejak masa pemerintahan Kolonial, dan terus dilanjutkan pada masa pemerintahan Jepang.
Bahkan pada masa itu, dengan dalih untuk membiayai perang demi membantu kemerdekaan Indonesia , pemerintah pendudukan Jepang berlaku lebih ketat dalam menerapkan aturan pajaknya. Tidak boleh ada warga masyarakat yang terlambat membayak pajak, karena denda akan menanti jika mereka terlambat.
Untuk itu pemerintah pendudukan Jepang rajin memberitahu dan mengingatkan warga dengan mengeluarkan pengumuman yang dimuat dalam koran-koran yang beredar saat itu agar para pemilik sepeda dan kendaraan lain segera membayar pajaknya. Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, pengumuman itu dimuat dalam koran Asia Raya, yang isinya;
Jakarta Tokubetsu Shichoo mempermaklumkan bahwa: Pajak sepeda buat tahun 1945, banyaknya f 1,-atau f 0,75 harus dilunasi sebelum tanggal 1 bulan 3 tahun 1945;
Jakarta Tokubetsu Shichoo mempermaklumkan bahwa: Pajak sepeda buat tahun 1945, banyaknya f 1,-atau f 0,75 harus dilunasi sebelum tanggal 1 bulan 3 tahun 1945;
Kini kepada mereka yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membayar pajak itu pada tiap-tiap hari kerja;
a. di Kantor Bendahara Jakarta Tokubetsu Shi, Kebon Sirih no. 22 dari jam 9.30 -1.30 siang, kecuali hari Kamis dari jam 9.30 -12 (mulai tangal 16 sehingga 29 bulan 2 juga dari jam 4 -7 sore).
b. di Kantor Kesehatan Kota, jalan Kanna no. 10 dan di pasar-pasar: Jatinegara, Senen, Sawah Besar, Glodok dan di Tanah Abang dari jam 9.30 -1.30 ada kesempatan untuk membayar pajak itu. Tapi kesempatan untuk membayar ditempat-tempat tersebut hanya diadakan selama bulan Januari 1945. Sepeda harus dibawa.
b. di Kantor Kesehatan Kota, jalan Kanna no. 10 dan di pasar-pasar: Jatinegara, Senen, Sawah Besar, Glodok dan di Tanah Abang dari jam 9.30 -1.30 ada kesempatan untuk membayar pajak itu. Tapi kesempatan untuk membayar ditempat-tempat tersebut hanya diadakan selama bulan Januari 1945. Sepeda harus dibawa.
Pemasangan tanda-tanda pajak jika dikehendaki dapat pula dilakukan di sekolah-sekolah, kantor-kantor perusahaan, dan sebagainya, yaitu untuk paling sedikitnya 50 sepeda dan uang pajak harus dibayar lebih dahulu. Permintaan dapat diajukan kepada Kantor Bendahara Jakarta Tokubetsu Shi (telepon 2733 pesawat 24). Kesempatan ini juga berlaku 1 bulan saja.
Bilamana pembayaran pajak dilakukan sesudah waktu yang telah ditentukan, maka pajak itu ditambah dengan 20%, akan tetapi jumlah tambahan itu paling banyak f 1,-untuk tiap-tiap kendaraan.
Bilamana pembayaran pajak dilakukan sesudah waktu yang telah ditentukan, maka pajak itu ditambah dengan 20%, akan tetapi jumlah tambahan itu paling banyak f 1,-untuk tiap-tiap kendaraan.
Selanjutnya diperingatkan bahwa kewajiban membayar pajak yang dimaksud di atas berlaku untuk semua penduduk Jakarta Tokubetsi Shi yang mempunyai dan atau mempergunakan kendaraan sebagai disebut di atas, kecuali jika menurut peraturan yang berlaku dapat dibebaskan dari pembayaran pajak itu (Asia Raya, 14 Januari 1945).
Sepeda yang sudah dibayar pajaknya itu akan diberi penneng, yaitu lempengan logam yang ditempelkan pada bodi sepeda sebagai bukti pembayaran pajak sepeda sehingga mudah terlihat oleh polisi yang memeriksanya. Pada masa itu, polisi sering melakukan razia untuk mengecek penneng dan kalau benda ini tak ada, kita pun akan kena denda. Itulah sebabnya sepeda harus dibawa ketika membayar pajak.
Lucunya, ternyata pajak sepeda sebesar f 0.75,-hanya diberikan untuk sepeda-sepeda kepunyaan anak-anak sekolah yang menurut daftar sekolah (dengan surat keterangan Kepala Sekolah) tercatat sebagai anak kedua dan atau selanjutnya dari suatu keluarga. Repotnya!
Yang lebih repot lagi, besaran pajak untuk untuk kendaraan masih dibedakan lagi menurut ban yang dipakainya, yaitu; memakai roda ban bukan karet, memakai roda ban karet mati dan memakai roda ban karet pompa. Waduuhh.!!!
Setelah Indonesia merdeka, pajak sepeda tidak segera `menghilang.' Beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti Yogyakarta, Kudus, Kediri , Banyuwangi dan lain-lain, sampai tahun 80an (bahkan ada yang sampai tahun 90an) masih memberlakukan pajak sepeda sebagai bagian dari pajak daerah untuk menambah pendapatan daerahnya.
Saat ini, sepertinya pajak sepeda sudah tak terdengar lagi. Syukurlah. Berarti kita bisa ikut mensukseskan gerakan GO GREEN dengan memakai kendaraan ramah lingkungan yang tidak menimbulkan polusi udara dan membuat badan sehat. Ayo bersepeda! (Sumber : kompas.com).