Seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai perancang yang mempunyai pengetahuan lebih dari orang yang dipimpinnya, dan dapat dikatakan pula se...
Seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai perancang yang mempunyai pengetahuan lebih dari orang yang dipimpinnya, dan dapat dikatakan pula sebagai mesin untuk menggerakkan roda yang terus berputar agar sebuah bangunan diatas roda bisa bergerak. Namun, Pemimpin Visioner ialah menciptakan kesadaran akan arah dan tujuan didalam organisasinya. Hal itu dikatakan Kabid. Polpemkam Badan Kesbangpol Kab. Aceh Tamiang H. Aswan, SH via seluler, Minggu (26/2) kemarin.
Menurut Aswan, pemimpin daerah (gubernur, walikota/bupati) tingkat kesuksesannya membawa daerah dan masyarakat kearah kemajuan pembangunan dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang dipimpin sampai berakhir masa jabatannya. “Kita akui bahwa rentang waktu lima tahun masa kepemimpinan bukan merupakan waktu yang cukup untuk seorang pemimpin meraih sukses,” ujarnya. Tambahnya, “Kata sukses pada sebuah kepemimpinan dalam pembangunan daerah tidak mempunyai standarisasi, jika demikian dimana letak sebuah kepemimpinan seorang kepala daerah dikategorikan sukses oleh kepemimpinannya ?,” katanya.
Seorang kepala daerah katakan saja bupati yang terpilih melalui pemilukada, sebelumnya pastilah mempunyai mimpi atau khayalan didalam pikirannya. “Ia akan menjadi seorang bupati yang sukses dalam kepemimpinannya nanti, dan mimpi atau angan-angan sang pemimpin itu merupakan salah satu syarat sebelum dilangsungkan pemilukada yang disebut visi dipaparkan dalam sidang DPR dan pemaparan visi dan misi balon bupati tersebut terbuka pula untuk umum,” jelasnya.
Apa sebenarnya visi itu ? dan mengapa begitu penting. Sebagai seorang pemimpin sebuah daerah dan masyarakat yang mempunyai tujuan bersama, yakni, membangun daerah dan memakmurkan kehidupan masyarakatnya. “Visi seorang pemimpin (bupati) akan menginspirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan daerah yang dipimpinnya,” katanya. Masih kata Aswan, “Karena visi merupakan gambaran awal dari masa depan, maka seorang pemimpin hendaklah memiliki kemampuan managerial yang handal selain memiliki ilmu pengetahuan mampu menyatukan dan menggerakkan elemen-elemen dasar menjadi kesatuan hingga terbentuk identitas daerah yang dipimpinnya,” terangnya.
Andaikan visi dapat diibaratkan sebagai nakhoda kapal yang menentukan tujuan kemana kapal itu akan berlabuh, maka citra (image) dapat diibaratkan sebagai layar yang menangkap angin agar kapal terus melaju. “Artinya tanpa angin sebuah perahu layar tidak bisa kemana-mana, sementara kultur dalam analogi kapal dapat diibaratkan badan kapal yang menopang elemen-elemen lainya,” katanya.
Menurutnya, sebuah daerah yang merupakan subsistem dari sebuah sistem pemerintahan memiliki begitu banyak lembaga tempat orang menempa kemampuan menuju jenjang karir. “Mereka bekerja untuk sebuah pengabdian secara terus menerus yang dibentuk oleh kultur budaya kedaerahan yang mempengaruhi mentalitas, moral dan prilaku seringkali kultur budaya berpengaruh terhadap misi-misi kepemimpinan menjadi hambatan dalam menuju visi,” urainya. Kata dia, “Di sinilah peran seorang pimpinan daerah dalam kepemimpinannya mengerahkan kemampuan karakter kepemimpinannya dengan merubah kultur budaya agar tidak menjadi penghambat langkah yang tersusun dalam misi-misi untuk menuju visi yang telah ditetapkan,” ujarnya.
Menjadi seorang kepala daerah dalam sistem pemerintahan NKRI ini bukanlah sebuah simbol dimana daerah yang dipimpinnya, akan tetapi selama lima tahun tanggungjawab yang diembannya adalah sebuah amanat rakyat dan menjalankan tugas sebagai perpanjangan tangan negara. “Tanggungjawab secara vertikal dan horizontal sama beratnya, itu merupakan resiko Leadership, oleh karenanya kepemimpinan yang dijalankan merupakan gerakan institusi yang terus menerus mencurahkan perhatiannya pada aspek pembangunan disegala bidang yang paling mendasar adalah pembangunan karakter, sistem dan organisasi agar memiliki kedewasaan dan kesiapan untuk tumbuh lebih lanjut,” kata Aswan.
Menurut Aswan, daerah yang sedang tumbuh ini akan mengalami dua masalah identitas. Pertama, tidak ada visi, citra dan kultur yang jelas, kalau pun ada hanya berupa tulisan ditembok. Kedua, tidak ada keselarasan antara visi, citra dan kultur, misal visinya ingin menjadikan daerahnya berkembang pesat dibidang produksi perkebunan sampai ketingkat kemakmuran rakyat akan tetapi citra dan kulturnya buruk dalam menjalankan misi-misinya.
Mengapa kedua masalah ini timbul ?. Dikarenakan institusi-institusi yang sedang tumbuh pasti bersifat oportunis dan kebanyakan bersedia mengambil peluang apapun asal pribadinya berkembang. “Misalnya, daerah pada awalnya berkonsentrasi pada pelayanan publik, belakangan merambah kemana-mana (masuk bisnis non premium) demi mengejar pertumbuhan individual,” jelasnya. Masih menurut Aswan, “Jelasnya seorang pemimpin di tuntut kemampuannya dalam meletakkan visi, citra dan kultur menjadi satu kesatuan yang selaras,” katanya.
Tambahnya, “Pasti akan kompak dan mudah untuk melangkah semua orang tahu akan kemana, berbagai ide akan muncul terus berinovasi karena citranya jelas dan memang didukung oleh kultur dan komitmen managemen terciptalah GAYA KEPEMIMPINAN VISIONER dan dianggap sukses melahirkan program berkelanjutan oleh estafet kepemimpinan berikutnya, harapan semua kita priode sebuah kepemimpinan jangan menyisakan persoalan-persoalan yang menjadi beban pekerjaan oleh kepemimpinan berikutnya, kasihan kan ...?, tutup Aswan.
Sumber : Rico. F
Editor : Yeddi Alaydrus
Foto : Google