Foto | Google Spesies baru ular berbisa dan bertanduk ditemukan di wilayah Tanzania. Jenis ular yang dinamai Atheris matildae itu ditemu...
Foto | Google |
Spesies baru ular berbisa dan bertanduk ditemukan di wilayah Tanzania. Jenis ular yang dinamai Atheris matildae itu ditemukan Tim Davenport, ilmuwan dari Wildlife Conservation Society (WCS) dan tim lewat ekspedisi ke wilayah tersebut.
Atheris matildae diketahui merupakan kerabat dekat dari Atheris cerathopora, jenis ular bertanduk dan berbisa yang banyak ditemukan di hutan. Ilmuwan memprediksi bahwa ular bertanduk Matilda terpisah menjadi spesies baru sejak 2,2 juta tahun yang lalu.
Salah satu perbedaan ular bertanduk Matilda dengan ular bertanduk hutan adalah ukurannya yang lebih besar, sekitar 64,3 cm. Perbedaan lainnya adalah warna yang berbeda, paduan kuning dan hitam, serta corak sisik yang khas di bagian kepala.
Davenport mengatakan, habitat Atheris matildae sangat terbatas, hanya seluas 100 km persegi dan sudah mengalami degradasi. Davenport menuturkan bahwa spesies itu seharusnya dimasukkan dalam kategori "Terancam Punah" dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Ditemukan di Tanzania, lokasi spesifik penemuan jenis ular ini tetap dirahasiakan. Ini terakit dengan besarnya ancaman bagi kelangsungan hidup spesies tersebut. Ular dengan eksotismenya sering diburu untuk kulitnya atau dijadikan hewan piaraan.
"Perdagangan satwa liar global itu besar sekali, dan yang signifikan dari perdagangan ilegal itu adalah amfibi dan reptil liar, untuk piaraan. Ular sangat populer dan jenis ular baru menumbuhkan ketertarikan yang tinggi," kata Davenport sperti dikutip Mongabay, Kamis (15/12/2011).
Untuk menjaga kelangsungan spesies ular bertanduk Matilda, saat ini ilmuwan mengambil 4 pejantan, 5 betina dan 2 anakan dari Atheris matildae untuk dikembangbiakkan. Upaya itu diharapkan bisa jadi jaminan eksistensi ular bertanduk Matilda.
"Kami berencana untuk menyediakan beberapa lusin pertama ular ini secara gratis dalam rangka memberi pasokan pada pasar hasil penangkaran spesies baru ini. Tujuannya mencegah koleksi dari tangkapan liar, menurunkan harga dan mendorong penangkaran bertanggung jawab oleh ahli dari berbagai negara yang paling menginginkannya," jelas Davenport. (Kompas.com).
Atheris matildae diketahui merupakan kerabat dekat dari Atheris cerathopora, jenis ular bertanduk dan berbisa yang banyak ditemukan di hutan. Ilmuwan memprediksi bahwa ular bertanduk Matilda terpisah menjadi spesies baru sejak 2,2 juta tahun yang lalu.
Salah satu perbedaan ular bertanduk Matilda dengan ular bertanduk hutan adalah ukurannya yang lebih besar, sekitar 64,3 cm. Perbedaan lainnya adalah warna yang berbeda, paduan kuning dan hitam, serta corak sisik yang khas di bagian kepala.
Davenport mengatakan, habitat Atheris matildae sangat terbatas, hanya seluas 100 km persegi dan sudah mengalami degradasi. Davenport menuturkan bahwa spesies itu seharusnya dimasukkan dalam kategori "Terancam Punah" dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Ditemukan di Tanzania, lokasi spesifik penemuan jenis ular ini tetap dirahasiakan. Ini terakit dengan besarnya ancaman bagi kelangsungan hidup spesies tersebut. Ular dengan eksotismenya sering diburu untuk kulitnya atau dijadikan hewan piaraan.
"Perdagangan satwa liar global itu besar sekali, dan yang signifikan dari perdagangan ilegal itu adalah amfibi dan reptil liar, untuk piaraan. Ular sangat populer dan jenis ular baru menumbuhkan ketertarikan yang tinggi," kata Davenport sperti dikutip Mongabay, Kamis (15/12/2011).
Untuk menjaga kelangsungan spesies ular bertanduk Matilda, saat ini ilmuwan mengambil 4 pejantan, 5 betina dan 2 anakan dari Atheris matildae untuk dikembangbiakkan. Upaya itu diharapkan bisa jadi jaminan eksistensi ular bertanduk Matilda.
"Kami berencana untuk menyediakan beberapa lusin pertama ular ini secara gratis dalam rangka memberi pasokan pada pasar hasil penangkaran spesies baru ini. Tujuannya mencegah koleksi dari tangkapan liar, menurunkan harga dan mendorong penangkaran bertanggung jawab oleh ahli dari berbagai negara yang paling menginginkannya," jelas Davenport. (Kompas.com).