HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

LembAHtari Keberatan dan Tolak HTI PT. BBU di Tamiang

Foto | Google Rencana pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT) Tanaman Mangrove seluas + 9.794 hektar d...

Foto | Google
Rencana pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT) Tanaman Mangrove seluas + 9.794 hektar di 4 (empat) Kecamatan Kabupaten Aceh Tamiang,  terhadap PT Bina Bakau Usaha (PT BBU) peruntukkan Hutan Tanaman Industri (HTI) mendapat sorotan serta kecaman keras dari Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari).

Pemberian ijin HTI kepada PT BBU menurut analisa LembAHtari tidak logis dan riil, terlalu mengada-ada. Apalagi potensi konflik antara masyarakat dengan PT BBU dan Pemkab Aceh Tamiang sangat signifikan. Jika ini dipaksakan, maka konflik tidak dapat dielakkan.

“Seharusnya Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Tamiang menyelesaikan terlebih dahulu, sengketa lahan yang terjadi seperti di Lubuk Damar, Paya Rambe. Ini saja belum selesai, sudah mau membuat konflik yang lain lagi”, tegas Sayed Zainal MSH Direktur Eksekutif LembAHtari.

Sayed menilai, pemberian ijin HTI kepada PT BBU merupakan konsep mementingkan pribadi dan kelompok, betapa tidak, lahan yang tersisa saja sudah tidak sesuai dengan yang diajukan oleh PT BBU. Luas hutan mangrove di empat kecamatan—Kecamatan Manyak Payed, Seruway, Bendahara dan Banda Mulia—adalah 22 ribu hektar lebih.

Hutan lindung 5.000 hektar, hutan produksi 16.000 hektar tersisa hanya kurang lebih 1.000 hektar, sedangkan yang diajukan oleh PT BBU 9.794 hektar. “inikan tidak masuk akal, cobalah Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Tamiang buat kajian yang mendalam dan detail, layak atau tidak. Logis atau tidak jika lahan tersebut diberikan ijin HTI kepada PT BBU”.

Hasil pengamatan dan monitoring langsung LEMBAGA ADVOKASI HUTAN LESTARI (LembAHtari) ke 4 (empat) kecamatan yang kami sebut diatas, ternyata perangkat desa, masyarakat tidak tahu menahu rencana PT BINA BAKAU USAHA (BBU), (pemilik dan penyandang dana di Pangkalan Susu Kabupaten Langkat) untuk melakukan kegiatan penambahan HTI yang usulan luasnya sangat mengada ada (tidak riil). Dipastikan akan menimbulkan dampak dan potensi KONFLIK BARU dikawasan pesisir Aceh Tamiang, karena apabila diberikan ijin maka orientasinya adalah MONOPOLI EKSPLOITASI BAKAU serta pasaran Kayu Arang.

“Saya melihat telah terjadi kegagalan dan kesalahan Pemerintah Aceh serta Pemkab Aceh Tamiang, khususnya Instansi DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN ACEH TAMIANG yang telah membiarkan perusakan dan hutan bakau, maka yang sangat diperlukan adalah menyelamatkan kawasan hutan bakau di Aceh Tamiang dengan menentukan arah dan kebijakan untuk menata ulang sesuai dengan fungsi arahan lahan Aceh untuk kawasan pesisir, melalui implementasi kegiatan inventarisasi rehabilitasi dan restorasi bukan pemanfaatan”, kata Sayed.

Lebih jauh dikatakan Sayed, untuk lokasi pemanfaatan diperlukan luas yang rasional di masing-masing kecamatan berkaitan pemanfaatan arang, sebab Tim Provinsi Aceh dan Kabupaten Aceh Tamiang yang pernah melakukan peninjauan ke lokasi pemberian rekomendasi kepada PT Bina Bakau Usaha sehingga memberikan pertimbangan  teknis (seperti rekomendasi Gubernur Nomor 522.64/BP2T/8539, tertanggal 29 Desember 2011) diduga ada rekayasa dan juga diduga telah memberikan informasi bohong kepada Gubernur Aceh.

“Mengingat bakal berpotensi dan berdampak konflik atau sengketa antara PT BINA BAKAU USAHA (BBU) dengan warga disekitar kawasan pesisir Aceh Tamiang, kami, LembAHtari keberatan terhadap pemberian ijin pemanfaatan HTI kepada PT BINA BAKAU USAHA, kecuali rencana pemberian ijin dilakukan secara terbuka, transparan, jelas pelibatan masyarakat, berkomitmen tinggi untuk kelestarian yang berkelanjutan dan luas lokasi pemanfaatan HTI rasional bukan mengada-ada seperti + mencapai 9.000 lebih", pinta Sayed Zainal. (Rico. F).