Ilustrasi | Google Puluhan pedagang pasar rakyat yang berasal dari luar daerah, belum dua hari pelaksanaan (4/7) angkat kaki karena kecew...
Ilustrasi | Google |
Puluhan pedagang pasar rakyat yang berasal dari luar daerah, belum dua hari pelaksanaan (4/7) angkat kaki karena kecewa dengan sketsa layout yang tidak sesuai dengan pelaksanaannya dilapangan.
Pedagang pasar rakyat yang ditempatkan di lapangan PT. PPP Tanah Terban mengeluh karena sketsa layout yang diberikan tidak sesuai dengan implementasinya. Bayangkan saja di sketsa layout seluruh pedagang dialokasikan berada didalam lapangan, namun karena hujan lebat mengguyur sebelum MTQ lokasi pasar rakyat menjadi becek susah untuk dilalui sehingga banyak pedagang yang lari keluar mendirikan lapak dagangannya dipinggir jalan. Sementara para pedagang untuk mendapatkan lahan saja harus merogoh kocek sebesar Rp. 300.000.
Salah seorang pedagang dari luar daerah, Anto (33) asal Cirebon mengeluhkan pihak panitia tidak mau tahu dengan pengaduan mereka, bahkan salah seorang panitia oknum PNS mengatakan “Siapa suruh kalian datang kesini”. Padahal kami yang berasal dari luar daerah seperti Bandung, Bukittinggi, Lombok dan sebagainya adalah duta daerah, kedatangan kami ini untuk meramaikan event MTQ, agar kami bisa bercerita bahwa di Kabupaten Aceh Tamiang disambut dengan baik tetapi malah sebaliknya, keluhnya.
Guna mencari keterangan wartawan surat kabar ini mengkonfirmasi Ketua Panitia pengelola stand pameran, kuliner dan pasar rakyat, Ir. Irwansyah mengatakan, “Pengelolaan untuk lokasi pasar rakyat sudah diserahkan pengelolaannya kepada pihak ketiga yaitu Ikatan Pemuda Kampung Bundar (IPKB) yang diketuai oleh Joni Kartini, dan masalah ucapan salah seorang oknum PNS tersebut ia mengaku tidak mengetahuinya”, ucapnya.
Saat dikonfirmasi Ketua IPKB Joni Kartini mengatakan, “Benar lahan tersebut pihak IPKB yang buat layoutnya kemudian kebutuhan itu banyak, keputusan berkembangnya pasar rakyat tersebut, karena para pedagang datang dengan membludak, jadi alternatifnya ini ada tempat dipinggir jalan, namun sudah ada juga pedagang yang mendirikan lapak dagangannya dipinggir jalan dengan bergerombol. Sehingga tidak tertampung dengan sketsa lahan yang ada, artinya sketsa lahan terus berkembang dan bukan sekali saja pedagang datang, tetapi terus datang memadati hingga terbukalah lahan dipinggir jalan karena tumpah ruah pedagang yang datang.
Kemudian turunlah hujan, kalau didalam lapangan bila hujan memang becek, awalnya jalan di lapangan tersebut tidak hancur, namun pedagang membawa barangnya dengan mobil kelapangan hingga jalan pun rusak akibat lindasan mobil barang pedagang, ketika dilarang membawa mobilnya, jawaban pedagang karena barang dagangannya berat dipikul hingga mereka membawa mobilnya masuk kelapangan. Akhirnya timbul konflik pedagang, akibat konflik tersebut kami memutuskan “Kalau mau pulang silahkan pulang, dan uang panjar lahan dikembalikan sesuai dengan yang sudah diberikan”, ungkap Joni Kartini.
Sumber : Rico Fahrijal