HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Titik Api, Alamikah?

Arif Habibal Umam | OPINI Beberapa minggu terakhir santer dikabarkan jika sejumlah titik api bermunculan di beberapa kawasan hutan Aceh. D...

Arif Habibal Umam | OPINI
Beberapa minggu terakhir santer dikabarkan jika sejumlah titik api bermunculan di beberapa kawasan hutan Aceh. Di antaranya di daerah Aceh Barat, Aceh Selatan, Nagan Raya, Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Aceh Tenggara. Menurut data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), setidaknya terdapat 28 titik api sejak 3 minggu terakhir. Dan titik api terakhir ditemukan oleh BMKG pada tanggal 8-9 Juni melalu citra satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).

Kebakaran hutan yang terjadi di wilayah tropis seperti yang sedang terjadi di Aceh bukanlah susuatu yang alami. Walaupun suhu udara Aceh saat ini sangat tinggi, mencapai 34-35 derajat celcius pada siang hari. Hal ini tidak lantas menyulut terbentuknya titik api di hutan tropis. Suhu udara yang tinggi dan terik matahari tidak berdampak besar terhadap pembentukan titik api di hutan tropis. Tetapi proses kesengajaan untuk membakar hutan merupakan faktor utama terjadinya kebakaran di wilayah tropis. Meskipun demikian, pada lahan hutan sekunder yang ditumbuhi semak dan wilayah padang rumput dapat saja terjadi kebakaran karena cuaca panas dan terik matahari, selain karena ulah manusia yang meninggalkan puntung rokok atau api pada perkemahan.

Pembakaran lahan biasanya dilakukan untuk kepentingan membuka lahan baru seperti permukiman, perkebunan, dan ladang. Tetapi proses ini ternyata belum disadari oleh warga sebagai suatu yang membahayakan hutan tropis, termasuk di Aceh. Pada musim kemarau, pembakaran lahan menyebabkan api tertinggal dan tidak padam begitu saja, sehingga dapat cepat menyebar ke wilayah lainnnya. Apalagi kawasan hutan Aceh sebagian besar berupa rawa gambut. Titik api bagaikan gunung es karena tidak terlihat, tetapi sebenarnya di bagian bawah titik api terus menjalar dan suatu waktu dapat muncul ke permukaan. Menyebabkan kebakaran dengan densitas yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena rawa gambut memiliki cadangan karbon yang cukup besar. Sehingga jika muncul titik api dan terjadi kebakaran, maka kebakaran dengan cepat menyebar dan sulit dipadamkan.

Berbeda halnya jika kebakaran terjadi di hutan temperate, contohnya hutan pinus, di negara-negara yang memiliki zona 4 musim. Seperti di Australia, negara-negara Eropa, dan Amerika. Kebakaran hutan adalah proses yang alami terjadi saat terjadi suksesi hutan, proses ini yang dinamakan disturbansi atau gangguan. Suatu proses yang menciptakan kerusakan hutan agar terjadi semacam regenerasi, dan ini adalah proses alami sepanjang hutan itu masih ada. Biomassa dan mineral pada hutan temperate sebagian besar tertimbun di tanah, sehingga jika ada ranting jatuh dan sangat kering lalu terkena panas matahari dengan suhu dapat mencapai 40 derajat celcius atau lebih, maka api dengan mudah tersulut. Berbeda dengan kondisi hutan tropis, biomassa tidak tertumpuk pada tanah, sekitar 50-80% biomassa terdapat pada tumbuhan hidup, sisanya berada pada serasah, ranting-ranting yang jatuh, dan tanah. Oleh karena itu proses kebakaran bukan merupakan proses yang alami karena titik api sulit terjadi, kecuali terjadi human error. Nilai biomassa yang lebih tinggi pada tumbuhan ini pula yang menyebabkan illegal loging pada hutan tropis sangat dilarang karena jika terjadi, berarti mineral akan terbawa ke luar hutan. Sehingga kesuburan tanah akan sulit dikembalikan.

Kebakaran hutan memiliki dampak negatif terhadap perekonomian masyarakat dan ekosistem. Kebakaran menyebabkan kerusakan habitat bagi satwa liar, hutan tropis yang terkenal dengan tingkat biodiversitas tertinggi di dunia dapat mengalami proses kemunduran yang disebut kemunduran ekologi, karena tingkat keanekaragaman hayati semakin berkurang. Pemanfaatan hasil hutan untuk memacu perekonomian masyarakat menjadi tidak optimal. Karena sumber kayu yang dapat digunakan untuk kebutuhan perumahan dan perabotan telah rusak. Pemanfaatan satwa yang menjadi sumber protein hewani juga berkurang. Bagi kesehatan, asap yang muncul dari api kebakaran hutan menyebabkan radang pernapasan seperti ISPA, iritasi kulit, dan mata. Lalu kabut yang terbentuk menyebabkan gangguan transportasi karena jarak pandang yang berkurang. Sehingga hampir semua roda kehidupan tidak berjalan dengan lancar. Tidak hanya itu, berdasarkan laporan tim sintesis kebijakan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan, degradasi lahan gambut akibat kebakaran dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrouksida (N2O). Jadi sudah sepantasnya jika kebakaran hutan ini diantisipasi dari sekarang, caranya dengan memberikan nilai moral yang lebih kepada warga yang belum mengerti dampak negatif akibat pembakaran hutan ini.

* Penulis adalah alumnus Fakultas Biologi UGM. Peneliti Bidang Ekologi.