HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Kanwil Kemenkumham Aceh Sosialisasi Penyusunan Perundang-Undangan di Tamiang

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Aceh bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melaksanakan sosi...

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Aceh bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melaksanakan sosialisasi Penyusunan perundang-Undangan di Aceh Tamiang. Acara sosialisasi ini dilaksanakan Rabu (15/6) di aula setdakab Aceh Tamiang dan dibuka oleh Bupati Aceh Tamiang Drs. Abdul Latief.

Pembukaan sosialisasi penyusunan perundang-undangan ini juga dihadiri Kakanwil Depkumham Aceh yang diwakili oleh Syamsul Bahri SH. Dalam sambutannya, Samsul Bahri SH menekankan agar dalam penyusunan rancangan perundang-undangan agar berpedoman dan tetap memperhatikan azas umum dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Ketua Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil DepkumHAM Aceh, Suwandi, SH, MH  yang tampil sebagai pemateri, menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari sosialisasi perundang-undangan diantaranya; untuk dapat mewujudkan qanun yang baik dan benar, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau yang sederajat, tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan HAM, dan qanun dapat berlaku efektif dalam masyarakat.

Dan untuk mewujudkan hal tersebut menurut Suwandi, ada beberapa upaya yang harus dilakukan, diantaranya; penyusunan qanun harus dilakukan dalam suatu program legislasi daerah (prolegda) sesuai UU No. 10/2004 Jo Kemendagri No. 169/2004). Disamping itu juga harus dibuat naskah akademik sesuai Perpres Nomor 68 tahun 2005 serta harus ada partisipasi masyarakat dalam penyusunan qanun.

Sementara itu, seorang pakar hukum dari Unsyiah, Yanis Rinaldi SH, saat ini setidaknya ada tiga kebiasaan yang sering dilakukan dalam penyusunan qanun saat ini, yaitu; pertama, proses penyusunannya dilakukan secara fragmatis langsung pada penyusunan pasal per pasal. Kedua, peraturan yang dibuat cenderung mewakili kepentingan pihak pembentuk peraturan sehingga ketika diterapkan ke masyarakat terjadi penolakan.

Dan yang terakhir, masyarakat merasa tidak memiliki (sense of belonging) atas suatu peraturan perundang-undangan akibat proses pembentukannya yang tidak partisipatif. Akibat ke tiga hal ini, maka dalam penerapan qanun sering mengalami kegagalan, demikian diungkapkan Yanis Rinaldi.

Sumber : S. Mahdi | Suara-Tamiang.com